Yang Terpenting
dalam Proses Move On!
|
"You're my anchor when the waves come crashing down." |
Haaii Asteris yang di rumah maupun
yang di studio ^^
Whazzup apakabs?
Gue gak pengen banyak basa-basi
karena gue tau ini bakal jadi cerita yang amat panjang, jadi, yaa..here we go!
well,
sebenernya mungkin
kurang tepat, ya, kalau postingan ini
gue kasi judul “Yang Terpenting dalam Proses Move On!”. Soalnya gue bakal
cerita based on pengalaman pribadi
aja, sih, jatohnya bukan mau kasih tau orang tentang hal penting apa yang harus
dilakukan dalam proses move on. Tapi,
ya, boleh lah jadi contoh buat siapapun yang mau. Itu juga kalau ada.
Jadi, beberapa waktu sebelum detik
ini, gue sempat berada pada situasi yang entah bagaimana bikin gue mellowshit (gue gak yakin apakah
kosakata ini ada di kamus atau enggak, yang pasti cuma dari Kak Manda, my sister another mother, gue bisa dapet
kata ini) berhari-hari bermalam-malam gak jelas maunya apa dan kenapa cuma
gara-gara satu orang that ruin my
romantic life dan menahan gue untuk mendapatkan hak bahagia gue. Okay, baru
sampe sini gue udah pake kata-kata yang too
much.
Lanjut.
Saat itu sisi lain dari diri gue
yang lebih kuat, lebih tegas dan lebih cerdas, sebut saja dia datang dari
logika gue, muncul dan nasihatin gue, “Berapa kali, Yas, lu ngeluhin hal yang
gak jauh-jauh dari itu? Berapa banyak air mata yang keluar buat nangisin hal
yang sama? Bukannya hubungan kayak gini, kan, yang lu pengenin? Udah
bahagianya? Puas dengan apa yang udah lu dapet? Gak cape apa jadi masokis buat
hati lu sendiri!”
Literally, yang terjadi saat itu bener-bener
ada dua sisi gue yang lagi ‘perang’ dan gue bingung mana yang dominan. By the way, ‘hubungan kayak gini’ yang
dimaksud si Logika adalah sebuah Prinsip Sotoy yang gue buat sendiri tentang
pacaran. Pada awalnya gue nyaman-nyaman aja dan diapun punya pemikiran yang
sejalan dengan gue. Iya, ‘dia’ tuh cowok yang sebelumnya disebut dengan
seseorang that-ruin-my-romantic-life.
Lama-lama gue merasa gue terjebak dalam Prinsip Sotoy gue itu. Entah prinsip
gue yang salah atau gue aja yang ngejalaninnya dengan orang yang salah. Mungkin
gue kira dia sepaham sama gue, tapi ternyata gak juga.
Okay, pada akhirnya gue ikut kata si
Logika, setelah dengan susah payah juga dibantu sama temen-cowok-paling-deket
gue bernama Ega, seseorang yang emang sejak awal udah ngewanti-wanti gue untuk
gak jalanin ‘hubungan kayak gitu’. Apalagi sama orang itu. Beruntung gue udah
cerita ke Ega sejak awal, kayaknya dari situ juga Ega mulai jadi ‘pemantau’
keadaan gue dari jauh. Makanya pas bener kejadian, mungkin Ega rasanya mau
bilang, “I’ve told ya!”
Hal pertama yang gue lakuin untuk
mulai move on adalah:
SADAR BAHWA LO BERHAK BAHAGIA
Yap, Asteris, ketika lo merasa dalam
hubungan ternyata lo lebih banyak sakit hatinya daripada bahagianya, lo tau
saat itu hubungan lo udah mulai gak sehat. Sebahagia apapun suasana yang dibuat
sama pasangan lo, ketika lo tau itu gak akan bertahan lama, udah saatnya lo
melepas belenggu galau yang menahan kebahagiaan lo yang mungkin banget dateng
kalau lo mau melepas pasangan lo.
Terus caranya?
I
have to tell ya this:
it’s not gonna be easy, but believe me,
IT WORKS!
Berusahalah untuk bersikap BODO AMAT
dan jauh-jauhlah dari keinginan untuk STALKING! Kurang-kurangin, lah, rasa
penasaran lo demi kehidupan yang lebih baik. Simpan rasa penasaran lo untuk hal
yang lebih penting, kayak, penasaran jodoh lu di masa depan, tuh, kayak gimana,
sih *halah*
Tapi serius, ketika lo berhasil
melakukan ini, hidup lu akan terasa lebih tenang, langkah lu menjadi lebih
ringan, dan bibir lu juga jadi lebih mudah tersenyum~
Terus caranya biar bisa bodo amat?
HINDARI MEDIA SOSIAL SAAT GALAU!
Harus banget, nih, Asteris, gue
pengalaman dalam hal ini. Galau itu gak enak, like seriously, i mean, siapa juga yang pengen gegalauan dan sakit
hati sendiri? Cuma orang yang masokis dan kecanduan rasa sakit yang malah
menikmati galau itu sendiri.’
Wait, menikmati galau gimana?
Ngaku, deh, Asteris, kalau lagi
galau, enaknya sambil dengerin lagu sedih terus ngurung diri di kamar sambil
nangis mbrebes mili terus segala
curhatan tumpah ruah ke timeline dan
beranda media sosial, kan? Kenapa? Biar apa? Biar diperhatiin orang, ya? Biar
pada simpati, ya? Uww kasiaan...
But
it’s a BIG NO, guys!
It
will never make you even better.
Pertama, orang bukannya simpati
malah risih dengan drama-dramaan lo,
kedua, curhatan lo bakal jadi bahan
gosip di kalangan orang yang gak kenal lo dengan baik,
ketiga, mending si orang yang lu
galauin itu peduli, lah kalau lu nangis-nangis galau di medsos gak taunya orang
yang lu galauin melenggang bahagia bareng temen-temennya atau malah sama
gebetan barunya, gimana?
Justru, dia bakal bingung kalau lu
masih bisa terlihat baik-baik aja dan bahagia tanpa dia.
“Someone will miss you when you can be happy without him/her.”
Eits,
tapi inipun jangan diumbar berlebihan di medsos, ya, biarkan semua berjalan
natural apa adanya dan gak terkesan dibuat-buat. Bahagia yang dibuat-buat juga
bikin ilfeel dan belum tentu orang
percaya, jatohnya lo kayak maksain bahagia lo dan keliatan lagi pura-puranya. Sila
pamer di medsos, tapi gak berlebihan. Justru malah ketika lo lama gak muncul di
medsos, orang yang lu galauin bakal bertanya-tanya, “Kemana, ya, orang ini?”
Ya lu saking bahagianya ampe gak
sempet buat sekadar maen twitter/facebook
lah! Ngapain juga?
Terus ngapain lagi?
DAPETIN BAHAGIA DARI ORANG LAIN!
Nah, yang ini juga butuh proses,
sih, mungkin lebih lama dari tahap sebelumnya, karena buat nemuin orang yang
pas juga butuh waktu, kan. Kebetulan waktu itu gue jadi sering maen sama Ega.
Gue gak akan cerita banyak, pokoknya intinya akhirnya gue menemukan orang lain
itu which is sohibnya Ega yang
dikenalin ke gue, dan sempet terpikir akan melabuhkan pencarian bahagia itu
pada dia. Tapi kemudian pertimbangan lain mulai muncul satu persatu, berhubung
udah jadi kebiasaan gue untuk selalu selektif dalam mengambil setiap keputusan,
banyak hal yang bikin gue agak ‘ganjel’, you
know, semacam “Duh, kayaknya dengan sifat dia yang kayak gitu gak cocok
sama sifat gue yang kayak gini deh.”
|
Ini namanya Tuan Baper. Rencananya cuma iseng eh malah cinlok. Maklum, sih, kebawa suasana~ |
Walhasil, gak lama dari pedekatean
itu, seakan menjawab pertimbangan gue, semesta memberikan tanda-tanda yang
membuka kembali mata hati gue terhadap orang yang udah hadir jauh sebelum gue
ketemu sama sohibnya Ega tersebut. Jadi, singkat cerita, anggep lah gue dan the one and only ini udah kenal sejak
pertama gue menginjakan kaki di Unpad, which
is tempat gue kuliah sekarang. Well,
okay, kejauhan sih kalau harus cerita dari sana. Cuma ya, to be honest gue mulai [sedikit] caper
ma doi waktu kita mulai ngobrol di acara TryOut
yang dibuat oleh paguyuban daerah yang gue ikuti saat itu. Tapi caper yang
sekadar...ya udah, gue seneng aja menarik perhatian orang yang di mata gue pun
terkesan menarik. Just like...kalo
gue berhasil membuat perhatiannya teralih, berarti gue berhasil.
Tapi kemudian lucunya adalah, ketika
gue sadar sejak awal gue udah merasa ada hal yang membuat gue berpikir
bahwa mungkin dia punya sesuatu yang rasanya tiap kali ketemu, gue harus
melakukan sesuatu biar At least
matanya tertuju ke arah gue. Lalu ketika tau dia ternyata udah berpacar,
seketika itu juga gue meruntuhkan segala ekspektasi yang gue punya dan gak
berharap sedikit pun untuk mendapatkan kembali perhatiannya. Di saat yang sama,
orang ini justru mulai semakin dekat dengan gue, dengan segala modus klisenya
kayak: “Eh, ada film baru nih, udah nonton belum? Nonton yuk!” atau, “Belum
makan nih gak ada temen, makan bareng yuk!” dan semacamnya dan semacamnya.
Bahkan sampe sana pun gue gak ada pemikiran
sejengkal pun bahwa itu adalah usahanya untuk bisa lebih deket sama gue. Well, mungkin emang bukan. Tapi siapa
yang tau? Lagian saat itu dia masih pacarnya orang sih (hal yang sampe saat ini
bikin gue mikir: gue jadi cemburu sama diri gue sendiri di masa lalu.
Bisa-bisanya dia (gue di masa lalu) bikin cowok ini jalan bareng dia sementara
cowok ini, yang gue tau, masih punya pacar.), jadi gue tepis deh segala
pemikiran macem-macem tentang hubungan-entah-apa-ini. Besides, kami sebenernya jarang banget komunikasi di luar acara
nonton-makan-nonton-makan. Jauh banget dari indikator cowok-lagi-pdkt versi gue
yang menurut gue saat itu adalah harus banyak-banyakin komunikasi. Entah gue
yang kelewat polos, atau malah kurang peka sama situasi kayak gitu. Atau, ya
emang cara dia aja yang gak kayak cowok-cowok pada umumnya. Hmm, setidaknya
alasan terakhir masih bisa diterima.
Kejadiannya sebulan lalu, sepulang one-day-dating ke Pasar Seni ITB 2014
yang gak gue anggap date sama sekali
itu, (maaf, ya, aku kira kita cuma dua orang gabut yang ingin ke Pasar Seni ITB
tapi gak tau mau pergi ma siapa) tau-tau kata-kata “Yas, jadian yuk?” itu
keluar dari mulutnya di bawah rintik hujan pada malam itu. Gue memberikan
keputusan dan jawabannya tepat pada hari ini di bulan Desember, which is tanggal dua, di tempat yang
amat-tidak-romantis sepanjang sejarah kehidupan romantis gue. Tentunya setelah
melalui banyak pertimbangan dan kebimbangan sebelumnya.
TAPI, HEY, IT’S OFFICIALLY,
ASTERIS!!!
|
Officially Giri Wibawa's |
Akhirnya gue menanggalkan status in relationshit gue, setelah gue mencoba
meyakinkan diri untuk tidak insecure
lagi. Dan gue mencoba menerapkan apa kata pria kesayangan ini bahwa untuk
mengerti pacaran itu sendiri ya dengan learning
by doing, atau kata seorang penyiar favorit di salah satu radio swasta yang
bilang bahwa “pacaran itu trial and
error.” dan segala macam pertimbangan kayak:
Bahwa komitmen itu harus dilatih.
Bahwa you are what you think. (untuk menghilangkan segala kekhawatiran,
maka kita harus berpikir positif)
Bahwa belajar itu tidak hanya di
kelas, tapi juga di kisah romantis bersama pasanganmu.
Bahwa pencarian diri bisa dilakukan
dengan memulai suatu hubungan.
Bahwa pacaran adalah cara untuk kamu
mencoba bertoleransi terhadap siapa yang memiliki banyak perbedaan denganmu.
Bahwa tidak pernah ada kesempurnaan
itu.
Aku satu; ganjil.
Kamu satu; ganjil.
Cinta kita menggenapi.
Kamu, melengkapiku.
Sayang, ini mungkin bukan hadiah
peringatan berjalannya sebulan hubungan kita, tapi aku mau kita saling mengenal
lebih jauh lagi, lebih dalam lagi, seiring dengan bertambahnya waktu yang kita
habiskan bersama-sama. Sebab aku bahagia dipilih kamu, memilih kamu, jujur aja,
gak pernah sebahagia ini dengan yang sebelumnya. Meski selalu ada kekhawatiran
untuk gak bisa jadi apa yang kamu mau, tapi dengan komunikasi, aku harap
semuanya bakal terasa jadi lebih mudah. Semoga tanggal 2 akan selalu istimewa
setiap bulannya, setiap tahunnya.
Selamat datang di duniaku, Cinta.
Jadi, seperti itulah hal-hal penting yang udah gue lakukan dalam proses move on. Yaa..penting gak penting, sih.
Intinya, gue melakukan apa yang emang harusnya gue lakukan sejak awal. Hanya
karena tertahan niat, jadinya gue terjebak dalam ‘kubangan galau’ dan menahan
bahagia yang harusnya bisa datang sejak lama. Makanya, masalahnya selalu
kembali di ‘lo mau atau enggak’. Sesederhana itu. Dan kenyataannya? Cukup
berhasil tuh : )
TENTANG GIRI WIBAWA:
THE RIGHT MAN ON A RIGHT PLACE, NO?
|
Jika cinta kita adalah Semesta, aku Langit, kamu Lautnya. |
Giri Wibawa who?
Sopo
meneh?
Well,
iya, sih, dari awal
belum sempet nyebut nama siapa si-pria-kesayangan yang dimaksud. Dan ini,
Asteris, seseorang yang telah membangun
kembali kepingan-kepingan dari reruntuhan kisah romantis kehidupan aku yang
sempat hancur sebelumnya *halah, bahasamu, Nduk!*;
Giri Wibawa~
Phew~
what should I say? I’m too excited I can’t even.... *Okay, maaf saya lebay*
Jadi gini ya, Asteris, kalau ada
yang udah nonton Forrest Gump-nya Tom
Hanks, pasti inget sama quotes
berikut ini (well, sebenernya, sih, quotes ini udah cukup terkenal hingga
kamu bisa tau tanpa kamu nonton filmnya):
“Life
is like a box of chocolatte; you’ll never know what you’re gonna get.”
Hidup itu juga kayak lottere lah kalau di Indonesia. Aku gak
tau, sih, kotak coklat kayak gimana yang isinya gak bisa ditebak haha *okay,
maaf lagi* but the thing is, Asteris,
hidup emang gak pernah bisa ketebak karena penuh kejutan yang gak pernah kita
sangka sebelumnya.
Semesta sebagai bagian dari ‘panitia
kehidupan’ pun tau caranya bekonspirasi mempertemukan keinginan-keinginan yang
kemudian muncul sebagai bentuk dari jawaban keinginan tersebut, meskipun gak
jarang gak sesuai ekspektasi. Tapi lucunya, semesta gak cuma kasih kejutan,
semesta juga suka bercanda. Tentunya ini atas kehendak Yang Maha Kuasa.
Sempet disinggung sebelumnya bahwa
aku emang gak pernah kepikiran bakal ampe jadian sama Giri. Meskipun segimana
modusnya dia sama aku, tetep aja aku menepis jauh-jauh pemikiran bahwa mungkin
itu usahanya buat deketin aku. Aku selalu yang, “ah, palingan dia begitu juga
sama yang lain. Palingan dia lagi bosen. Palingan dia melakukan hal yang sama
dengan cewek lain. Palingan emang begitu sifatnya dia.”
Dan meskipun ada pemikiran-pemikiran
kayak, If only...someday dia jadi
pacar aku, kayaknya gak cocok juga deh. Bahkan jauhhh dari cocok mengingat
karakter aku yang begini lah, idealisme aku yang begitu lah, kriteria aku yang
gimana-gimana lah, atau mindset aku
yang saat itu belum terbuka lah. Ehh malah semesta dengan jailnya ngerjain aku
dengan hadirnya Giri ke kehidupan romantis aku sekarang. Ini jelas-jelas
bertolak belakang dengan apa yang udah aku ekspektasikan selama ini. Aku sampe
cek berkali-kali history chat Giri
sama aku, wondering bagian mana, sih,
yang salah? Sampe-sampe kok malah jadi sejauh ini gitu. Tapi itu semua gak
penting lagi sekarang. Ini jadi semacam guilty
pleasure juga, sih. Aku merasa lagi dikerjain semesta tapi aku menerimanya
dengan suka cita *haha*
Dan ternyata it’s not that worse kok. Aku kira aku bakal jadi yang mengubah diri
aku sendiri jadi orang lain, penuh dengan ketidaknyamanan dan berujung ilfeel kayak pernah kejadian sebelumnya
*rolling eyes* terus gak lama
hubungannya hambar dan tau-tau putus gak jelas *HAHA again*
Balik ke Giri.
Dikit aja, sih, jadi waktu belum
jadian kan sebenernya aku juga lagi jalanin hubungan ma yang lain, entah kenapa
ni anak masih aja mau-mauan ngajak aku pergi atau bahkan sekadar ngajak chatting. Padahal udah kurang frontal
kayak apa tau aku bikin Personal Message di
BBM atau status di Line yang nunjukin
banget kalo aku lagi deket ma cowok lain. Dan setelah itupun dia gak pernah tuh
sekadar nanyain, “Gak ada yang marah, nih, kalau kita jalan?” *diketik dalam
keadaan geli sendiri* kayak yang cowok-cowok lain tanyain pada umumnya kalo
lagi pdkt. Makanya, once again, aku
gak anggep dia lagi PDKT. Tau-tau dia nembak juga menurutku, sih, salah satu
bentuk kenekatan dia yang lain. Apaan coba gak ada nanya gue udah punya pacar
atau belum, atau sekadar lagi deket ma siapa kek dan semacamnya-semacamnya,
maen tembak aja (atau mungkin gue emang gak sepinter-akting itu untuk nutupin
kejomloan gue, makanya tanpa tanya pun dia udah tau haha).
Tapi itu justru jadi salah satu
bentuk pertimbangan aku untuk pada akhirnya nerima pengakuan cinta dia sih
ehehe berarti dia pria yang cukup berani ngasih kepastian, sesuatu yang telah
aku tunggu-tunggu sejak beberapa bulan sebelumnya dari pria lain. Bisa dibilang
dia dateng di saat yang tepat, ketika aku lagi bingung-bingungnya
mempertimbangkan kedekatan aku dengan seseorang, Giri dateng dengan tanpa ragu.
Jadi gini, ya, cara semesta bercanda
demi mempertemukan dua manusia yang sebenarnya udah saling kenal lama tapi baru
menyadarinya setelah sekian lama. Aku jadi inget lagu Drive – Akulah Dia,
liriknya Giri banget.
“Sesungguhnya
dia ada di dekatmu
Tapi
kau tak pernah menyadari itu
Dia
s’lalu menunggumu, untuk nyatakan cinta~”
Terus....hmm ini agak malu-maluin
gini, sih, kalo harus diceritain juga. Jadi, waktu itu kayaknya doi lagi belum
lama putus gitu. Mungkin emang dasarnya dia melankolis juga kali ya, keliatan
banget kalo lagi sedih yang sediihh banget. Sering lah dia dengan segala status
galawnya muncul di lini masa, beranda, apalah itu namanya di media sosial. Nah,
saat itu tuh entah kenapa pikiran jahat aku selintas berbisik, “Yaelah, galau
mulu lau. Sini, lah, gue bahagiain!” *maaf sayang, tapi waktu itu cuma becanda,
kok, abis kamu watir : ( wkwk*
Intinya, Asteris, meskipun aku
bilang ke diri aku sendiri bahwa gak mungkin aku pacaran ma Giri, sedikit mah
ada keinginan buat bikin dia bahagia. Yah, apalah aku ini, sama gombalan jayus
kamu aja aku gampang luluh .__.)/||
Tapi waktu masa kebimbangan itu aku
juga sempet selintas mikir, segala kekhawatiran ini salah satunya disebabkan
karena mungkin aku cuma dijadiin rebound
love nya dia....berhubung aku mikirnya dia belum bisa move on. Hehe.
Tapi kalau gitu terus kapan nyobanya? kapan mikir positifnya?
Yaudah, gitu aja. Baru kali ini
punya pacar terus langsung diceritain di blog. Ya emang baru kali ini juga, sih,
punya pacar...yang beneran pacar *apa ini*
Well,
Dear, pikiranku
mungkin emang sempit. Cuma muat buat kamu. Penuh. *halah*
|
Fresh from the Oven |
Selamat Tanggal 2, anyway!!! <3